Tuthy Feminisosialistha

Jumat, 20 Desember 2013

Coretan Tak Bertuan


Ada keramaian di sini tapi bukan pasar.

Kapal laut tengah berlabuh, dan suara-suara bising berterbangan di atas udara ruang kapal yang sumpek ini.
Ada puluhan asongan bertawar-tawar dagangannya dengan gesit pada para penghuni kapal.

Dan kegetiran hati semaikan naluri kala tatap netra terkaburi perih pemandangan yang kontras, ada jurang yang dalam antar klas di sini.

Semua pedagang itu adalah perempuan2 tangguh yang tak kenal apa itu "kapitalisme" & siapa itu "Adam Smith" serta apa yang telah dilakukannya hingga merenggut mimpi kesejahteraan mereka.

Yang mereka tahu hanya menjajah roti & air mineral kepada para pengguna jasa kapal laut ini guna menopang hidup yang keras.

Di sudut semenanjung pasir putih.

Diantara mereka, ada gadis-gadis kecil yang ikut menjajah dagangannya guna biaya sekolah. Perih.

Tersentak lamunanku pada sesosok perempuan muda dengan perut membuncit.
Tuhan... ternyata dia tengah hamil dan harus berjuang hidup bersama teman-temannya sesama pedagang asongan.

Tiba-tiba hal yang kontras terlintas di sebuah berita infotainment yang diputar padd salah satu TV yang ada di dalam kapal tersebut. Nia Ramadhani, seorang artis muda yang juga tengah hamil. Tentu saja dia tak perlu bersusah2 seperti perempuan muda penjajah asongan tadi untuk memenuhi kebutuhannya dan jabang bayinya.

Ya. Bukankah dia menantu Aburizal Bakrie? Pemilik PT. Bakrie yg memiliki jutaan hektar perkebunan sawit dan tambang batu bara di atas tanah adat borneo & andalas hingga menghadiahkan hutan gundul & tanah gersang. Juga memiliki kekayaan berlimpah dari hasil eksploitasi minyak di tanah Jawa hingga memberikan "Kado lumpur lapindo" untuk rakyat Sidoarjo.

Peluh keringat lelah memang hanya milik perempuan muda yang tengah hamil itu bersama teman-temannya penjajah asongan, sementara setetes keringat amatlah "haram" bagi Aburizal dan kroninya serta para borjuase lainnya.

Brruuug...!
Gadis kecil pedagang asongan sedang menawarkan dagangannya kepada sebuah keluarga yang sedang asik bercengkerama dengan buah hati mereka, gadis kecil yang centil & modis. Mereka duduk dalam sebuah ruang VIP kapal itu. Namun sayang, gadis pedagang asongan itu diusir dengan kasar hingga terjatuh.

Sepoi angin menerpa wajah kusam nan pasi namun tetap santun itu.
Tak hanya kesenjangan yang terlihat namun pudarnya kepekaan pun tergambar jelas dalam potret kapal very ini.

Akhirnya, tembang "Saksi katong pung cinta" menutup pemandangan miris ini, seiring dengan berlalunya kapal dari pelabuhan hunimua & semenanjung pantai Liang yang indah, meninggalkan para pedagang asongan yang tengah menunggu kapal selanjutnya untuk kembali berjuang.

Waipirit di depan mata.

Biru Seram, 03/03/2012

Tidak ada komentar: