I
Kutengadahkan wajah, menatap senja di balik sang fajar...
Tak ada yang berbeda, semua sama...
Indah tapi tak tergapai oleh tangan kecilku
Kutatap jutaan anak perempuan dibawah umur,
diperdagangkan demi kepuasan seks sang raja-raja kapital...
Jutaan anak, orang tua, perempuan kumuh dan miskin mati di BOM
Kata Sang Tiran “mereka harus dibinasakan, agar lenyap dan tak merepotkan!”
Tampak puluhan orang berpesta pora di atas karpet yang penuh dengan nilai yang bernama “uang”
Mereka menonton milyaran orang yang lapar,
yang mati,
yang diperkosa,
yang digusur,
yang dianiaya,
yang diculik,
bahkan yang dibunuh tanpa pengadilan
Sambil terbahak mereka berkata “hahahaha..... kamilah penguasa Bumi dan isinya termasuk manusia-manusia bodoh dan kotor itu!!!! Karena kami punya uang, kami punya modal, kami punya kapital.... dan kalian harus dibinasakan jika tak lagi berguna untuk surplus bisnis kami”
Puich.... ingin kuladahi wajahmu yang jelek sejelek moralmu, mulutmu yang bau sebau perkataanmu, badanmu yang kotor sekotor kebiadabanmu pada dunia... pada kami yang terus kau gusur, kami yang kau tempatkan dibalik tembok-tembok kekuasaanmu, kami yang kau anggap lumut....
II
Sekali-dua aku berpikir... aku telah letih dan ingin berlari sejauh-jauhnya
Agar tak lagi melihat jutaan anak yang tak dapat menikmati indahnya bersekolah,
Yang bodoh tak berpendidikan,
Yang menahan lapar berhari-hari,
Yang terkapar sakit tak berdaya,
Yang tidur beralaskan koran,
Yang makan dari tong sampah,
Yang menjajah tubuhnya untuk sesuap nasi,
Yang tak bekerja,
Dan akhirnya yang terus berkawan dengan lapar
Agh.............!!!!!!
Aku lelah menikmati semua ini,
Aku jijik dengan pemandangan ini,
Aku malu berdiri di Negeri ini,
Sakit menapaki kedua kaki di Bumi ini
Tapi...
Kemana kaki melangkah,
Di sana, disini, dimana-mana
Tak ada yang tak sama....
Ternyata benar,
Dunia tak berujung,
Dan awan terus berarah mengikutiku,
Aku tak sendiri,
2006... pertemuanku denganmu
Kawan, pioner gerakan muda
Yang mengajarkanku tentang arti pentingnya perlawanan!!!
“Selamat datang di dunia politik baru yang akan kita lahirkan dengan ide dan kreatifitas kita sebagai orang muda”
Bisikmu di telingaku
Kau kenalkan konsep keadilan seorang Marx padaku
Kau ajari aku menjadi seorang Marxis sepertimu
Belajar, berpolitik dan berjuang bersama
Hari-hariku penuh dengan tumpukan buku,
Membaca, berdiskusi, mengorganisir
Rutinitas yang melelahkan tapi penuh cerita
Dan tentunya berbasiskan pada sebuah tujuan mulia
Aku merasa terlahir kembali,
Dari rahim sebuah ideologi pembebasan kelas,
Menjadi benih revolusioner baru yang siap menjemput revolusi
Dengan darah dan keringat.
III
Namun,
Karena kebohonganmu, kepercayaanku binasa
Menurutku kesetiaanmu adalah munafik,
Setia pada juangmu,
Setia pada politikmu,
Agh.... Pemanis seorang penjilat
Dulu...
Cintamu adalah anggur merah pereda amarah
Aku bagai ombak yang berarah mengikuti musimmu
Tapi tak kusadari
Kau hanya datang sesaat
Dan kemudian pergi tanpa kecupan
Atau sepatah kata pisah yang mesra
Kau bangun mahligai sosialisme dalam istana politik kita
Yang bertaburan bunga-bunga cinta atas nama rakyat
Namun istana tak bermodal itu kini kau gadaikan
Demi kekuasaan,
Demi perawan-perawan belia
Yang siap kau lahap dalam waktu semalam,
Demi sebotol wine,
minuman berkelas yang harganya bisa memberi makan anak-anak jalanan itu
Kau manusia yang jahat!
Manusia rendah!
Pelacur kekuasaan!!!
Aku lelah mencinta,
Menyayang,
Mengasihmu....
Aku telah luka
Luka yang teramat dalam,
Menembus jantungku
Menembus otakku,
Hingga aku tak lagi bernapas,
Tak lagi berpikir,
Aku telah sakit
Sakit yang sungguh menyayat hati,
Aku telah salah,
Kau bukan dewa yang maha mulia,
Ataupun Nabi pembawa kebaikan
Kau pendosa yang tak pernah pantas untuk dimaafkan
Aku terlanjur membencimu,
Kau telah berkhianat dalam perjuangan ini,
Perjuangan yang kau ajarkan padaku beberapa tahun lalu
Kau berselingkuh bahkan merelakan ideologimu dijajah oleh Tirani
Konstruk uang telah menjadikan kau pecundang,
Kini kesadaranmu berbasis klas,
Politikmu berbau busuk, sebusuk bau TAI!!!
Keadilan yang kau dendangkan dalam nyanyian dan orasimu adalah dusta
Kau seperti lintah, menghisap
Aku tak sudi lagi menjadi kekasihmu, kawanmu
Ataupun sekedar mengenalmu
Karena kau seorang penjilat!!!!!
Kamar, 12 Januari 2011 (Pukul, 03.53 WIT)
By : Tuthy
Kutengadahkan wajah, menatap senja di balik sang fajar...
Tak ada yang berbeda, semua sama...
Indah tapi tak tergapai oleh tangan kecilku
Kutatap jutaan anak perempuan dibawah umur,
diperdagangkan demi kepuasan seks sang raja-raja kapital...
Jutaan anak, orang tua, perempuan kumuh dan miskin mati di BOM
Kata Sang Tiran “mereka harus dibinasakan, agar lenyap dan tak merepotkan!”
Tampak puluhan orang berpesta pora di atas karpet yang penuh dengan nilai yang bernama “uang”
Mereka menonton milyaran orang yang lapar,
yang mati,
yang diperkosa,
yang digusur,
yang dianiaya,
yang diculik,
bahkan yang dibunuh tanpa pengadilan
Sambil terbahak mereka berkata “hahahaha..... kamilah penguasa Bumi dan isinya termasuk manusia-manusia bodoh dan kotor itu!!!! Karena kami punya uang, kami punya modal, kami punya kapital.... dan kalian harus dibinasakan jika tak lagi berguna untuk surplus bisnis kami”
Puich.... ingin kuladahi wajahmu yang jelek sejelek moralmu, mulutmu yang bau sebau perkataanmu, badanmu yang kotor sekotor kebiadabanmu pada dunia... pada kami yang terus kau gusur, kami yang kau tempatkan dibalik tembok-tembok kekuasaanmu, kami yang kau anggap lumut....
II
Sekali-dua aku berpikir... aku telah letih dan ingin berlari sejauh-jauhnya
Agar tak lagi melihat jutaan anak yang tak dapat menikmati indahnya bersekolah,
Yang bodoh tak berpendidikan,
Yang menahan lapar berhari-hari,
Yang terkapar sakit tak berdaya,
Yang tidur beralaskan koran,
Yang makan dari tong sampah,
Yang menjajah tubuhnya untuk sesuap nasi,
Yang tak bekerja,
Dan akhirnya yang terus berkawan dengan lapar
Agh.............!!!!!!
Aku lelah menikmati semua ini,
Aku jijik dengan pemandangan ini,
Aku malu berdiri di Negeri ini,
Sakit menapaki kedua kaki di Bumi ini
Tapi...
Kemana kaki melangkah,
Di sana, disini, dimana-mana
Tak ada yang tak sama....
Ternyata benar,
Dunia tak berujung,
Dan awan terus berarah mengikutiku,
Aku tak sendiri,
2006... pertemuanku denganmu
Kawan, pioner gerakan muda
Yang mengajarkanku tentang arti pentingnya perlawanan!!!
“Selamat datang di dunia politik baru yang akan kita lahirkan dengan ide dan kreatifitas kita sebagai orang muda”
Bisikmu di telingaku
Kau kenalkan konsep keadilan seorang Marx padaku
Kau ajari aku menjadi seorang Marxis sepertimu
Belajar, berpolitik dan berjuang bersama
Hari-hariku penuh dengan tumpukan buku,
Membaca, berdiskusi, mengorganisir
Rutinitas yang melelahkan tapi penuh cerita
Dan tentunya berbasiskan pada sebuah tujuan mulia
Aku merasa terlahir kembali,
Dari rahim sebuah ideologi pembebasan kelas,
Menjadi benih revolusioner baru yang siap menjemput revolusi
Dengan darah dan keringat.
III
Namun,
Karena kebohonganmu, kepercayaanku binasa
Menurutku kesetiaanmu adalah munafik,
Setia pada juangmu,
Setia pada politikmu,
Agh.... Pemanis seorang penjilat
Dulu...
Cintamu adalah anggur merah pereda amarah
Aku bagai ombak yang berarah mengikuti musimmu
Tapi tak kusadari
Kau hanya datang sesaat
Dan kemudian pergi tanpa kecupan
Atau sepatah kata pisah yang mesra
Kau bangun mahligai sosialisme dalam istana politik kita
Yang bertaburan bunga-bunga cinta atas nama rakyat
Namun istana tak bermodal itu kini kau gadaikan
Demi kekuasaan,
Demi perawan-perawan belia
Yang siap kau lahap dalam waktu semalam,
Demi sebotol wine,
minuman berkelas yang harganya bisa memberi makan anak-anak jalanan itu
Kau manusia yang jahat!
Manusia rendah!
Pelacur kekuasaan!!!
Aku lelah mencinta,
Menyayang,
Mengasihmu....
Aku telah luka
Luka yang teramat dalam,
Menembus jantungku
Menembus otakku,
Hingga aku tak lagi bernapas,
Tak lagi berpikir,
Aku telah sakit
Sakit yang sungguh menyayat hati,
Aku telah salah,
Kau bukan dewa yang maha mulia,
Ataupun Nabi pembawa kebaikan
Kau pendosa yang tak pernah pantas untuk dimaafkan
Aku terlanjur membencimu,
Kau telah berkhianat dalam perjuangan ini,
Perjuangan yang kau ajarkan padaku beberapa tahun lalu
Kau berselingkuh bahkan merelakan ideologimu dijajah oleh Tirani
Konstruk uang telah menjadikan kau pecundang,
Kini kesadaranmu berbasis klas,
Politikmu berbau busuk, sebusuk bau TAI!!!
Keadilan yang kau dendangkan dalam nyanyian dan orasimu adalah dusta
Kau seperti lintah, menghisap
Aku tak sudi lagi menjadi kekasihmu, kawanmu
Ataupun sekedar mengenalmu
Karena kau seorang penjilat!!!!!
Kamar, 12 Januari 2011 (Pukul, 03.53 WIT)
By : Tuthy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar