Tuthy Feminisosialistha

Jumat, 05 Desember 2014

"Orang Punya Orang Punya; Torang Punya Torang Punya..."

Oleh Noesyahid Musa

Haliyora merintih dalam cengkeraman modal asing, namun tak terdengar jeritnya karena diredam raung eksavator yang digerakan kuasa korporasi padat modal. 

Oh tidak... Jumlahnya ratusan. 

Dengan dalih kompensasi yang kemudian raib ke saku celana tuan-tuan komprador, puluhan cecurut korporat memperkosa Kepulauan Sula bersama konsultan komprador lokal menggusur lahan perkebunan kelapa "dotu-dotu" dan dengan liciknya menciptakan sengketa lahan, memprovokasi warga mengangkat celurit agar saling menggorok untuk  kemudian digantikan dengan landasan pacu "burung besi". 

Oh tidak... Yakis-Yakis di Bacan melompat geram habitatnya terganggu investasi kelapa sawit yang hendak bercokol. apa yang akan terjadi kiranya?  

Ribuan hektar perkebunan rakyat dan sumber air dikapling untuk kepentingan kesuburan investasi kelapa sawit.

Selain itu pelecehan seksual pun berpeluang untuk tumbuh  subur karena skala prioritas pekerja adalah kaum perempuan, selain karena stereotip bahwa kaum ibulah yang lebih telaten dan fleksibel dalam bekerja, juga tenaga kerjanya murah dan ini tuntas dipahami kapitalisme untuk mengeksploitasi peluang. 

Oh tidak, NHM mengencingi Halut  dan Haltim, penis tailaingnya bocor hingga mencemari lahan tangkap nelayan dan meracuni humus tanah pertanian warga, dan dengan bengisnya menjarah juga merampas hak ulayat tete Togutil.

"Ampooong...” Haliyora tengah sekarat, tongkang pengangkut tanah merah yang mengandung kadar nickel tinggi berkarat tak digunakan lagi, karena nickel di tanjung ubuliye terkuras habis hingga warga tempatan Waygebsy mengalami ketergantungan dan kehilangan sektor produktivitas ekonomi, lalu dengan congkaknya korporasi Antam mengeluarkan "anjing-anjing negara" dari kandangnya sebagai tameng penangkis protes, dan menembak mereka yang mencari keadilan didepan pagar anti huru hara setelah itu ngacir lenggang kangkung ke Buli... Di sana "Raksasa Meky Weda Bay Nickel menjadikan Were sebagai lab eksplorasi pertambangan. Menjarah perkebunan warga dengan menggunakan aparat militer meneror,  memaksa serta mengimingi warga dengan "paket bom waktu CSR" agar menerima kebijakan alih fungsi lahan untuk di jadikan kawasan konsesi pertambangan. lalu  mendepak ratusan buruh tambang lokal dan menangkap mereka yang menjerit histeris tak puas dengan PHK sepihak.

Lantas dimana pemerintah? yah, seperti yang sudah-sudah disuarakan kaum oposan. Segelintir tuan-tuan berdasi itu masih tetap setia dengan logika pembangunan orde baru yang begitu fasih mengamini sistem ekonomi kapitalisme, serta doyan  memberikan lisensi penuh kepada MNC/TNcs untuk mendidik kita bagaimana cara membunuh anak-anak cucu sebagai generasi penerus penyakitan yang menumpuk sejarah kelam, mengajari kita bagaimana menggadaikan sumber daya untuk kemudian mengemis kembali, menatar kita cara memaki orang tua yang benar karena kearifan tradisional hanyalah  petuah-petuah bijak kuno, yang lahir dari rahim kontemplasi akan keimanan tentang energi murni yang azali, tentang keseimbangan hidup saling memberi antara Tuhan dan manusia, manusia dan alam, manusia dan manusia, tentang petuah purba "orang punya orang punya, torangpunya torang punya". 

Sementara situs-situs budaya lokal nyaris punah digilas gerigi roda buldozer menjadi puing-puing pusaka yang usang. Sementara energi yag tersimpan pada aroma pala, cengkeh, dan kopra semakin kehilangan sengatan membaui kampung karena tercemar atatu bahkan tergusur oleh limbah industri pertambangan.

Dimana kamu? Dimana saya? kita habis dalam lingkaran ide berwacana tentang sepinya keadilan, rajin berceloteh dalam dunia virtual menata diri sebgai "aktivis klik", gemar berdebat tentang simbol-simbol warna pelangi, dan doyan marah-marah didalam kamar mandi sambil onani. Mari sejenak ke kampung kawan! bukan untuk menguji komitmen melainkan mengabarkan bahwa "masih banyak sektor andalan ekonomi selain pertambangan". Mari kembali  menabu tifa bukan genderang perang  sambil berdendang senandung revolusi bahwa, "bumi cukup untuk menghidupi semua orang tapi tidak cukup untuk segelintir orang yang serakah", bahwa "orang punya orang punya, torang punya torang punya"  dan... Yora.


*Tulisan ini disadur dari catatan facebook Noer Zapata, dalam rangka meluaskan agitasi gerakan.

Tidak ada komentar: