Haliyora merintih dalam cengkeraman modal asing, namun tak terdengar jeritnya karena diredam raung eksavator yang digerakan kuasa korporasi padat modal.
Oh tidak... Jumlahnya ratusan.
Dengan dalih kompensasi yang
kemudian raib ke saku celana tuan-tuan komprador, puluhan cecurut korporat
memperkosa Kepulauan Sula bersama konsultan komprador lokal menggusur lahan
perkebunan kelapa "dotu-dotu" dan dengan liciknya menciptakan
sengketa lahan, memprovokasi warga mengangkat celurit agar saling menggorok
untuk kemudian digantikan dengan landasan pacu "burung
besi".
Oh tidak... Yakis-Yakis di
Bacan melompat geram habitatnya terganggu investasi kelapa sawit yang hendak
bercokol. apa yang akan terjadi kiranya?
Ribuan hektar perkebunan
rakyat dan sumber air dikapling untuk kepentingan kesuburan investasi kelapa
sawit.
Selain itu pelecehan seksual
pun berpeluang untuk tumbuh subur karena skala prioritas pekerja adalah
kaum perempuan, selain karena stereotip bahwa kaum ibulah yang lebih telaten
dan fleksibel dalam bekerja, juga tenaga kerjanya murah dan ini tuntas dipahami
kapitalisme untuk mengeksploitasi peluang.
Oh tidak, NHM mengencingi
Halut dan Haltim, penis tailaingnya bocor hingga mencemari lahan tangkap
nelayan dan meracuni humus tanah pertanian warga, dan dengan bengisnya menjarah
juga merampas hak ulayat tete Togutil.
"Ampooong...” Haliyora
tengah sekarat, tongkang pengangkut tanah merah yang mengandung kadar nickel
tinggi berkarat tak digunakan lagi, karena nickel di tanjung ubuliye terkuras
habis hingga warga tempatan Waygebsy mengalami ketergantungan dan kehilangan
sektor produktivitas ekonomi, lalu dengan congkaknya korporasi Antam
mengeluarkan "anjing-anjing negara" dari kandangnya sebagai tameng
penangkis protes, dan menembak mereka yang mencari keadilan didepan pagar anti
huru hara setelah itu ngacir lenggang kangkung ke Buli... Di sana "Raksasa
Meky Weda Bay Nickel menjadikan Were sebagai lab eksplorasi pertambangan.
Menjarah perkebunan warga dengan menggunakan aparat militer meneror,
memaksa serta mengimingi warga dengan "paket bom waktu CSR" agar
menerima kebijakan alih fungsi lahan untuk di jadikan kawasan konsesi
pertambangan. lalu mendepak ratusan buruh tambang lokal dan menangkap
mereka yang menjerit histeris tak puas dengan PHK sepihak.
Lantas dimana pemerintah? yah,
seperti yang sudah-sudah disuarakan kaum oposan. Segelintir tuan-tuan berdasi
itu masih tetap setia dengan logika pembangunan orde baru yang begitu fasih
mengamini sistem ekonomi kapitalisme, serta doyan memberikan lisensi
penuh kepada MNC/TNcs untuk mendidik kita bagaimana cara membunuh anak-anak
cucu sebagai generasi penerus penyakitan yang menumpuk sejarah kelam, mengajari
kita bagaimana menggadaikan sumber daya untuk kemudian mengemis kembali,
menatar kita cara memaki orang tua yang benar karena kearifan tradisional
hanyalah petuah-petuah bijak kuno, yang lahir dari rahim kontemplasi akan
keimanan tentang energi murni yang azali, tentang keseimbangan hidup saling
memberi antara Tuhan dan manusia, manusia dan alam, manusia dan manusia,
tentang petuah purba "orang punya orang punya, torangpunya torang
punya".
Sementara situs-situs budaya
lokal nyaris punah digilas gerigi roda buldozer menjadi puing-puing pusaka yang
usang. Sementara energi yag tersimpan pada aroma pala, cengkeh, dan kopra
semakin kehilangan sengatan membaui kampung karena tercemar atatu bahkan
tergusur oleh limbah industri pertambangan.
Dimana kamu? Dimana saya? kita
habis dalam lingkaran ide berwacana tentang sepinya keadilan, rajin berceloteh
dalam dunia virtual menata diri sebgai "aktivis klik", gemar berdebat
tentang simbol-simbol warna pelangi, dan doyan marah-marah didalam kamar mandi
sambil onani. Mari sejenak ke kampung kawan! bukan untuk menguji komitmen
melainkan mengabarkan bahwa "masih banyak sektor andalan ekonomi selain
pertambangan". Mari kembali menabu tifa bukan genderang perang
sambil berdendang senandung revolusi bahwa, "bumi cukup untuk menghidupi
semua orang tapi tidak cukup untuk segelintir orang yang serakah", bahwa
"orang punya orang punya, torang punya torang punya" dan...
Yora.
*Tulisan ini disadur dari catatan facebook Noer Zapata, dalam rangka meluaskan agitasi gerakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar