Rusli
Tungkapi meregang nyawa di atas bumi Kao; penembakan rakyat di Mesuji;
penembakan rakyat di Bima; kriminalisasi warga Gane dan Wasilei; dan masih
banyak lagi.
Yang
paling anyar adalah perampasan tanah dan pengalih-fungsian kawasan lindung di
Rembang-Jawa Tengah yang akan berdampak terhadap krisis air bersih, hilangnya
situs-situs bersejarah serta kerusakan ekologi. Politik kebijakan tidak
berbasis ekologi ini, semata-mata untuk kepentingan industri pabrik semen.
Karts yang ada di Rembang kemudian menjadi pundi-pundi rupiah bagi para pelaku
usaha. PT. Semen Indonesia dengan legalitas Pemerintah Daerah Jawa Tengah, telah
menancapkan taring ekasavator dan raung boulduzernya yang memekakkan telinga.
Alat-alat berat telah siap landas di atas bumi Rembang. Ya, tanah warga Rembang
akan dikeruk menjadi tambang kapur dan pabrik semen untuk kepentingan pembangunan
infrastruktur di daerah-daerah timur (termasuk Maluku Utara).
Infrastruktur
untuk apa dan siapa? Infrastruktur untuk memaksimalkan proyek MP3EI yang
dicanangkan oleh pemerintahan SBY pada tahun 2011. Proyek membuka pintu
selebar-lebarnya bagi investasi kapital. Proyek yang akan meningkatkan kekayaan
para pemilik modal besar dan massiv. Sementara ruang kelola rakyat (tanah dan
laut) akan dialih-fungsikan menjadi industri tambang migas, mineral, perikanan,
perkebunan. Lalu jurang kesenjangan akan semakin terbuka lebar. Kita pun
ternina-bobokan, menjual tanah demi rupiah, memaksa anak-cucu untuk menjadi
kuli bagi perusahaan. Dan pada akhirnya kita menjadi pelupa bahwa tanah adalah
warisan untuk anak cucu.
Bagaimana
dengan kita yang menolak menjual tanah dan melawan? Kita akan direpresi,
dikriminalisasi, dipenjara, dihukum, ditembak, dibunuh, diculik bahkan
dicari-cari sebagai teroris atau separatis. Itulah yang telah terjadi di Gane,
Kao, Bima, Mesuji, Luwuk, Wasilei atau Papua.
Lalu
apakah kita harus diam? TIDAK. Karena ini laut kita, tanah kita. Bahkan nenek
moyang kita telah hidup di sini jauh sebelum negara ini ada. Mereka juga pernah
berjuang melawan penjajah yang merampas tanah air kita, menyatukan perlawanan
ke seantero nusantara, hingga melahirkan sebuah kemerdekaan untuk negara yang
kita kenal dengan sebutan Indonesia ini. Maka tidak bisa kita hanya diam ketika
cara-cara penjajah itu dipraktekkan kembali di negeri ini. Inilah yang tengah
dilakoni oleh ratusan ibu-ibu dan warga Rembang yang sudah berhari-hari
membangun tenda, menduduki area pabrik, menuntut diangkatnya alat-alat berat
dari Pegunungan Kendeng-Bumi Rembang. Direpresi dan mendapatkan tindak
kekerasan dari sejumlah aparat TNI, POLRI dan preman tidak membuat mereka
gentar. Beberapa warga dilempar dari atas tebing, enam orang ditahan dan akses
bantuan makanan dan logistik ditutup. Mereka masih bertahan hingga hari ini,
menunjukkan pada dunia bahwa mereka tidak takut pada kematian, karena keadilan
harus diperjuangkan. Karena Rembang adalah tanah mereka. Merekalah pejuang dan
sebenar-benarnya guru bagi kita semua.
“Mari
Galang Solidaritas, Karena Solidaritas Adalah Ancaman Bagi Tatanan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar